Banyak orang salah paham mengenai poligami. Frame berpikir yang telah lama terbentuk dan penafsiran yang dihasilkan tentang poligami tidak terlepas dari subjektifitas dan budaya. Seperti kita ketahui ilmu dan filsafat telah lama dikuasai oleh jenis laki-laki sedangkan perempuan pada awal peradaban dianggap sebagai makhluk yang pasif, mesin reproduksi dan cendrung diabaikan. Mereka dalam memperlakukan perempuan sama halnya dengan perlakuan mereka terhadap binatang dan tumbuhan.Begitu juga penafsiran fikih yang cendrung memihak dan menguntungkan ke salah satu jenis padahal Islam ada sebagai rahmat bagi semesta alam dengan menekankan pada nilai-nilai persamaan (al-musawah),persaudaraan(al-ikhaa’) dan menjanjikan kebebabasan terhadap kaum yang diperlemah (al-hurriyyah). Oleh karena itu diperlukannya sebuah dekonstruksi untuk menggali kembali esensi dari nilai-nilai luhur ajaran agama tetap dapat bertahan sebagaimana mestinya.
Menyimak kembali masalah poligami, mungkin kita dapat berangkat dari sifat inferioritas kaum perempuan yang tercantum dari asal-muasal kaum perempuan itu sendiri. Seperti yang kita ketahui, hawa (perempuan pertama) berasal dari tulang rusuk Adam. Adakah hal ini dalam Qur’an? Banyak sekali penjelasan tentang asal manusia yang dapat kita lihat pada (Al-hujurat[49]::13, Al-Nisa[4]:1, Al-zummar[39]:6,Fatir[35]:11, Al-Mukminun[23]:12-16,Al-Hajj[22]:5. Dari ayat-ayat tersebut tidak ada yang mengatakan bahwa perempuan berasal dari bagian tubuh laki-laki, yang ada hanyalah keduanya diciptakan dari sari pati tanah, lalu berukutnya setelah manusia mulai berkembang biak, keduanya lahir dari kandungan seorang permpuan (Ibu) yang prosesnya melibatkan air mani (sperma dari laki-laki). Lalu dari manakah ayat tersebut berasal hingga tidak hanya kaum Islam yang banyak meyakininya namun juga kaum nasrani dan yahudi, Ternyata hadis itu berasal dari kitab perjanjian lama (kejadian II : 21-22) sebelum Al-Quran diwahyukan. Kembali kepada masalah poligami bahwa banyak orang yang beranggapan bahwa Poligami lahir karena Islam, hal itu terdapat dalam Al-Nisa[4]:3. Anggapan seperti ini lahir dari penafsiran ayat yang setengah-setengah dan tidak menafsirkan keseluruhan surat. Jika ditelaah lebih lanjut pendapat-pendapat tersebut maka ada beberapa hal yang patut dipertanyakan. Yang pertama adalah sejarah poligami.
Poligami telah ada sejak ratusan abad sebelum Islam lahir. Banyak para penguasa yang memiliki puluhan Istri bahkan hingga ratusan. Ini dapat dilihat dari bukti-bukti sejarah yang berasal dari yunani&romawi kuno, mesir kuno dan banyak bukti-bukti sejarah yang dapat menjelaskan ini semua. Masa yang paling banyak disebut-sebut dan puncak dari segala kebodohan adalah zaman zahiliyah, masa dimana Nabi Muhammad SAW lahir. Poligami pada masa itu tidak hanya mengambil perempuan lain(tidak memiliki hubungan kerabat) tetapi perempuan yang diwalikan, anak angkat bahkan para budak dapat dijadikan isteri. Dan pada masa itu hal tersebut merupakan hal yang sudah biasa dan sudah dapat dipahami mengingat superioritas laki-laki pada waktu itu sangatlah mendominasi hingga kaum perempuan berada pada posisi yang lemah dan diperlemahkan oleh lingkungan dan peradaban. Makin lama poligami menjurus pada perselingkuhan lalu berkembang menjadi pelacuran yang terang-terangan. Semestinya jika di masa modern ini dimana tingkat kecerdasan manusia sudah melampaui manusia-manusia di zaman tersebut tetapi masih membolehkan poligami maka pelegalisasian poligami sama halnya dengan pelegalisasian perselingkuhan dan pelacuran!. Islam sebagai Rahmat bagi semesta Alam dan Nabi Muhamad Lahir sebagai Nabi&rosul pembawa kabar gembira dan kebenaran. Mulai dari sini adanya pembebasan kaum perempuan dari ketertindasan. Ajaran Cinta yang membebaskan dari Rosulullah mampu meningkatkan harkat dan martabat perempuan. Beliau mengajarkan tentang kasih sayang antar sesama umat manusia. beliau juga mengajarkan tentang kesetaraan gender bahawa perempuan adalah mitra sejajar dengan laki-laki, bahwa setiap manusia adalah sama kecuali keimanannya yang membedakan satu dengan yang lainnya di mata Allah. Tidak hanya demikian, pada masa itu penindasan perempuan yang terjadi lebih banyak di ruang-ruang privat dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan ruang-publik yang lebih didominasi oleh kaum laki-laki. Banyak pelecehan dan konflik rumah tangga yang muncul dan dalam hal ini yang diperlemah adalah kaum perempuan mengingat posisinya yang tidak mempunyai pilihan dan terdapat dukungan dari factor budaya timur tengah yang kental dengan patriarkhinya. Disini Rosulullah mengajarkan prinsip-prinsip perkawinan yang baik dimata Allah. Salah satunya mengenai poligami. Islam berusaha untuk menghilangkan poligami namun ini berjalan perlahan-lahan karena Islam bukan agama yang radikal dan prinsip-prisip yang dilahirkan selalu terdapat kemudahan-kemudahan bagi yang menjalaninya. Quraishihab menjelaskan bahwa surat An-Nisa turun untuk menjelaskan prinsip-prinsip perkawinan dan prihal anak yatim.
Surat ini turun pada saat keadaan pada saat memprihatinkan dimana banyak para wali yang merampas hak anak yang diwalikannya denangan jalan menikahinya. Melalui hadis yang diriwayatkan Bukhori, Muslim, Nasa’I dan Baihaqi, Aisyah ra menjelaskan tentang sebab munculnya ayat ini bahwa ayat ini turun mengenai anak yatim yang berada dalam pemeliharaan walinya. Kemudian, walinya itu tertarik akan kecantikan dan harta anak yatim itu lalu wali itu mengawininya. Riwayat lain mengatakan ayat ini diturunkan berkenaan dengan laki-laki yang mempunyai banyak isteri lalu ketika hartanya habisdia tidak sanggup menafkahkan isteri-isternya. Ia berkeinginan mengawini anak yatim yang berada dalam perwaliannya untuk mengambil hartanya dan membiayai ister-isterinya. Pernikahan dengan hanya 4 isteri yang terdapat dalam ayat tersebut untuk membatasi poligami agar hal seperti ini tidak akan terjadi dan agar anak yatim tersebut tidak dapat menjadi korban oleh seorang wali yang bangkrut sedang ia mempunyai banyak isteri. Jadi ayat tersebut tidak khusus membahas tentang poligami, menganjurkannya apalagi mewajibkannya. Ayat tersebut justru sebagai titik awal Islam untuk mencegah poligami. Logikanya seperti ini, Zaman ketika turunnya ayat ini banyak para laki-laki terutama yang memiliki harta yang berlimpah mempunyai puluhan isteri dan anak-anak yang diwalikannya. Ketika dia bangkrut maka tiada jalan lain untuk menghidupi isteri-isterinya yang banyak segala jalan ditempuhnya termasuk merampas hak anak yatim. Maka turunlah ayat ini dengan tujuan untuk mengurangi jumlah isteri yang dinikahi dan larangan untuk merampas hak anak yatim. Dalam menikahi empat orang isteri ini pun masih ada syarat yang sulit untuk di lakukan yaitu adil. Dan disini juga terdapat sebuah solusi dan anjuran yang sangat tepat untuk menjauhkan diri dari perbuatan dosa yaitu mengawini seorang saja atau hamba sahaya. Pada saat ini hamba sahaya sudah tidak ada lagi, hak-hak manusia tidak hanya anak yatim banyak yang dirampas oleh oknum-oknum yang ingin berkuasa sedangkan peluang seseorang untuk melakukan perbuatan dosa melalui poligami yang dinilai sebagai perselingkuhan yang dilegalkan, makin tinggi maka anjuran untuk monogami yang diberikan pada ayat tersebut sangatlah tepat. Pada ayat 129 masih dalam
surat yang sama sudah mulai terlihat adanya penjelasan mengenai adil yang sesungguhnya dan dari ayat tersebut dijelaskan bahwa sesungguhnya tidak ada manusia yang dapat berbuat adil karena adil juga meliputi hati dan perasaan ini dijelaskan oleh Abdullah ibn Abbas. Quraishihab juga menjelaskan bahwa adil yang dimaksudkan berkaitan dengan immaterial (cinta). Adil disini hendaklah juga jangan diukur dari perasaan pihak laki-laki saja tetapi justru harus diukur dari pihak perempuan. Allah adalah tuhan pencipta makhluk manusia dan semua yang ada di dunia dan alam semesta. Dia mengenal karakter setiap makluk yang di ciptakannya. Melalui ayat 129 dia mengatakan “Kamu tidak akan kuasa berlaku adil antara perempuan-perempuan itu, meskipun kamu yang sangat ingin demikian” Nabi juga mengecam dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Barang siapa yang mempunyai dua isteri , lalu berat sebelah keapada salah satunya, maka kelak dia akan datang pada hari kiamat dengan salah satu bahunya miring.
Dari sana kita dapat melihat essensi dari ayat tersebut bahwa Islam sangat menjung tinggi nilai-nilai keadilan dan pembebasan bahkan hingga pada prinsip-prinsip perkawinan yang banyak diremehkan orang awam. Untuk mencegah dari perbuatan dosa dan ketidakadilan dianjurkannya sebuah bentuk perkawinan yaitu monogami. Di negara Turki (sebelum berubah menjadi negara sekuler) dan Tunisia yang menganut hukum Islam sebagai landasan negara melarang poligami dalam perundang-undangan perkawinan karena poligami justru lebih mendekatkan diri dari perbuatan dosa, disamping itu banyak segi-segi lain yang mengikuti penetapan ini terkait dengan perilaku sesual, kriminalitas dan generasi muda (terkait dengan konflik rumah tangga dan psikologis anak)
Dari penjelasan diatas, lalu kita lantas bertanya mengapa Nabi melakukan poligami. Sebelum menjawab ada baiknya kita melihat sejarahnya. Nabi Muhammad menjalani kehidupan monogami bersama Istrinya hampir 28 tahun yaitu 17 tahun sebelum kerosulan dan 11 tahun sesudah kerosulan. Perkawinan membahagiaakan merupakan masa yang penuh dengan perjuangan dan kemenangan. Nabi Muhammad yang memilliki pesona terbaik seorang figure laki-laki walau demikian beliau tetap bertahan untuk menjalankan kehidupan monogaminya padahal banyak sahabat rosul yang menganjurkan beliau untuk menikah lagi. Kebahagiaan ini berakhir ketika Khadijah wafat. Nabi Muhammad sangat terpukul hatinya ketika isterinya wafat. Masa pahit ini harus dilaluinya dalam situasi yang panas dan penuh perjuangan. Pada masa itu Rosul harus hijrah ke madinah hingga wafatnya kurang lebih selama 10 tahun. Menurut sumber-sumber histories menyebutkan bahwa Rosul berpoligami selama 5 tahun sebelum wafatnya, jadi kira-kira sekitar 7 tahun Nabi menjalani kehidupan dudanya sendiri. Baru kemudian Rosul memperistri seorang perwan yang muda bernama Aisyah. Untuk selanjutnya kehidupan poligami Rosul dimulai dengan menikahi janda-janda dari sahabanya yang telah meninggal. Sebagian besar diantaranya adalah janda-janda yang sudah tua. Jika ditelusuri satu persatu motif perkawinan Rosul dengan isteri-isterinya yang berjumlah sebelas itu, maka sangat kental dengan motif dakwah atau kepentingan dakwahnya. Sangat jauh dari tuntutan kepuasan biologis. Dari kesebelas isterinya Rosul tidak lagi dikaruniai anak. Pernah Rosulullah ditanya mengapa dia tidak menikahi perempuan dari kalangan Anshar yang dikenal karena kecantikannya? Lalu nabi menjawab bahwa mereka perempuan-perempuan yang memiliki rasa pencemburu yang besar dan tidak akan bersabar untuk dimadu. Rosulullah kembali berkata bahwa dia tidak ingin menyakiti perempuan berkaitan denagn hal itu.
Jawaban Rosul diatas mengandung pengertian bahwa poligami pada hakekatnya menyakiti kaum perrempuan apalagi perempuan-perempuan pada masa-masa menikah (19 – 40 tahun). Hal yang menarik bahwa nabi berpoligami untuk kepentingan dakwah dan keselamatan umat menuju tegaknya masyarakat Mdinah yang didambakan. Hal yang lebih menarik lagi diutarakan bahwa Rosullullah tidak mengizinkan menantunya, Ali ibn Abi Thalib untuk memadu putrinya Fatimah Al-Zahra’. Dalam hal ini Nabi mengatakannya di mimbar pidato seusai Shalat Jum’at “ Sesungguhnya anak-anak Hisyam ibn Mughirah meminta izin padaku untuk menikahkan putrinya denagn Ali. Ketahuilah bahwa aku tidak mengizinkannya, aku tidak mengizinkannya, aku tidak mengizinkannya, kecuali jika Ali bersedia menceraikan putriku dan menikahi anak mereka. Barangsiapa yang menyakitinya (Fatimah) berarti Ia menyakitiku.” Hadis ini diriwayatkan oleh shahih Bukhori dan Shahih Muslim. Jika dianalogikan mengapa Rosul melarang hal yang selama ini dilakukannya. Hal ini dapat dijelaskan bahwa janda-janda yang dinikahi oleh rosulullah hanyalah seorang diri sementara itu janda-janda itu mempunyai anak-anak yang masih membutuhkan kasih sayang seorang bapak sedang suami dari janda-janda tersebut telah gugur di medan perang.
Selain itu Rosulullah juga ingin menyelamatkan hak-hak anak-anak yatim tersebut. Allah telah menetapkan Muhammad sebagai Nabi & rosul sekaligus menjadikannya sebagi nabi penutup dan penyempurna ajaran. Karakter Muhamammad ini sengaja diciptakan sebagai karakter yang sempurna yang dapat dijadikan contoh bagi para umatnya. Kejujuran dan keadilannya dalam memutuskan kasus-kasus membuktikan kesempurnaannya maka rosulullah melampaui karakter orang-orang biasa, sahabatnya sekalipun. Sifat adil sudah tentu dimilikinya sedang seperti yang terdapat dalam An-Nisa[4]:129, manusia tidak akan mungkin mempunyai sifat adil. Maka dapat dikatakan sangat tidak logis bahwa banyak masyarakat yang menggunakan kata adil yang dimiliki oleh rosulullah sama dengan sifat adil yang dimilki oleh manusia biasa. Poligami yang dilakukan oleh Rosulullah dapat diibaratkan sebagai pintu darurat untuk membebaskan janda-janda tersebut dari bahaya kebakaran dan yang dapat melakukan ini hanyalah Rosulullah karena beliau mempunyai peralatan (karakter) yang tidak diragukan lagi.
Sebagai catatan terakhir mengenai alasan pelegalan poligami yaitu berkaitan dengan jumlah perempuan yang jauh melebihi pria, sangat menarik diutarakan disini bahwa menurut data statistik memang jumlan perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Perempuan yang dimaksud adalah perempuan diluar usia nikah & produktif yaitu perempuan diatas usia 60 tahun. Hal ini sangat logis terjadi mengingat usia perempuan lebih panjang daripada usia laki-laki. Maka jika laki-laki yang tetap kukuh melakukan poligami dengan alasan jumlah perempuan yang melampaui jumlah laki-laki dan dengan mengatasnamakan hak setiap manusia untuk mendapatkan pasangan hidupnya, maka untuk kasus-kasus seperti ini kita mempersilahkan kaum laki-laki yang kukuh dengan alasan tersebut untuk menikahi perempuan diluar usia nikah& produktif (lebih dari 60 tahun). Namun untuk menyelesaikan kasus banyaknya perempuan diluar usia nikah adalah dengan memperkuat solidaritas antara perempuan. Yaitu dengan menjadikan mereka sebagai saudara bahkan ibu angkat untuk membahagiakan mereka di hari tuanya.
Diakhir tulisan saya ingin menyatakan Islam mendukung penghapusan poligami karena praktek pelaksanaan hal tersebut sangat bertentangan denagn nilai-nilai Islam. Menurut Tuniasia, perbudakan dan poligami hanya diizinkan pada masa awal perkemabangan Islam dan setelah Islam dapat membangun masyarakat yang beradab maka poligami dan perbudakan sudah selayaknya dihapuskan. Saya pribadi ingin mengatakan bahwa pemikiran yang saya tulis ini merupakan sebuah pemikiran yang belum selesai. Wallahu alam Hanya Allah lah yang Maha mengetahui kebenaran dan kesalahan, tugas manusia hanyalah menjadi khalifah, menggunakan rasio, akal dan fikirannya yang semata-mata untuk mecari ridhonya. Jika terdapat suatu kebenaran dari tulisan ini maka kebenaran itu datangnya karena petunjuk dari-NYA dan jika ada yang salah maka saya selaku penulis mohon maaf karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan pemikiran yang belum selesai ini.
*Tulisan ini disarikan dari Buku Islam Menggugat Poligami, Karya Musdah Mulia
dan dari berbagai sumber
Depok, 2005
Indah Survyana
Wednesday, August 6, 2008
POLIGAMI
Posted by Indah Survyana at 2:26 AM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment