Wednesday, August 6, 2008

GLOBALISASI DAN KRISIS KAPITALISME GLOBAL

Globalisasi merupakan kata-kata yang sering diucapkan akhir-akhir ini. Setiap orang, setiap negara tidak bisa lepas dari globalisasi karena globalisasi adalah bagian dari peradaban manusia. Namun apakah yang disebut globalisasi ? Benarkah globalisasi erat kaitannya dengan kapitalisme ? Mari kita mengarungi globalisasi lebih mendalam lagi serta menyikap hubungan misterius antara globalisasi dan kapitalisme global dan mengapa krisis kapitalisme global dapat terjadi.

Apa itu Globalisasi ?

Globalisasi, menurut Thomas L Friedman, merupakan fenomena pasca-Perang Dingin yang tidak dapat dihindari. Runtuhnya tembok Berlin, tidak hanya simbol runtuhnya bangunan fisik perang dingin yang memisahkan manusia dengan manusia lainnya, tetapi juga nilai-nilai yang menyertainya. Perang dingin yang ditandai oleh tembok-tembok yang tebal itu, runtuh bersamaan terbukanya sekat-sekat yang memisahkan bangsa-bangsa sehingga kita (sekarang) hidup di alam tanpa batas. (1)
Jadi benar bahwa globalisasi merupakan fenomena yang tidak dapat dihindarkan. Seusai perang dingin negara-negara maju berusaha menanamkan paham ini yang pada akhirnya dapat memberikan keuntungan yang berlimpah bagi mereka sendiri. Globalisasi dapat dibaratkan sebagai rumah tak berdinding. Ketika musuh datang di luar rumah yang masih berdinding kita dengan mudah melindungi diri dari segala ancman musuh tetapi ketika dinding-dinding telah diruntuhkan maka musuh dapat dengan mudah masuk, memporakporandakan segalanya termasuk idealisme, identitas, moral dan segala aspek dalam kehidupan.

William Greider mengamati bahwa globalisasi yang terjadi seperti angin puting beliung itu pada akhirnya hanya menguntungkan segelintir orang, dan menyengsarakan sejumlah besar penduduk planet Bumi ini. Dalam bukunya One World, Ready or Not, The Manic Global Capitalism (1998), ia melontarkan tesisnya bahwa motor di balik globalisasi adalah yang disebutnya "kapitalisme global." (2)

Sepintas tentang kapitalisme

Idiologi kapitalisme memiliki fungsi penjelasan yang tepat sama dengan sistem-sistem keyakinan feodal atau upeti. Penegakan idiologi kapitalisme agak mirip dengan suatu revolusi rakyat bukan saja memerlukan bentuk-bentuk baru penjelasan social tetapi pencarian suatu sumber baru . Salah satunya adalah pembentukan suatu sikap baru terhadap kegiatan sentral sistem sosioekonomis kapitalis yaitu pencarian laba.3

Sesuai dengan ideology kapitalisme yang serakah yaitu mengabil semua yang ada untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Penjunjung tinggi idiologi kapitalisme ini adalah negara super power dan negara-negara maju yang dengan memanfaatkan teknologi mereka menerapkan idilogi kapitalisme. Hasil dari pemanfaatan teknologi informasi dan media komunikasi yang diciptakan oleh mereka yang dapat menembus batas-batas negara adalah kapitalisme global.

Global Laissez – faire merupakan sebuah momen dalam sejarah perekonomian dunia yang sedang bangkit, bukan ujung akhirnya… Yang pasti adalah bahwa pengaturan ekonomi dunia sebagai sebuah pasar-bebas-global-tunggal mendorong ketidakstabilan. Pengaturan tersebut memaksa para pekerja menanggung kerugian dari teknologi baru dan perdagangan bebas tak terbatas. Di dalamnya tak ada sarana dengan mana aktivitas-aktivitas yang membahayakan keseimbangan ekologis global dapat dibatasi… (hal itu) pada gilirannya mempertaruhkan masadepan planet ini pada pengandaian bahwa bahaya-bahaya yang amat dasyat ini akan dianggap sebagai sebuah konsekuensi yang tak disengaja dari upaya mengejar keuntungan. (4)

Globalisasi = Kapitalisme global ?

Globalisasi bersumber dari sistem liberalisasi ekonomi. Liberalisasi ekonomi yang saat ini berwujud pasar bebas yang telah diagung-agungkan oleh negara-negara maju, padahal apa yang dinamakan pasar bebas tersebut tidak lain adalah kapitalisme global. Seperti yang dirumuskan oleh bapak liberalisme ekonomi Adam Simth dengan bukunya the wealth of nation mencetuskan sebuah ide sistem social ekonomi dengan slogan “ tangan tak kelihatan”. Teori ini menjadi dasar kapitalisme yang mempercayai pasar bebas. Artinya mempercayai bahwa individu yang bertindak bebas dalam rangka pemenuhan kebutuhan pribadi akan berpengaruh baik bagi peningkatan kesejahteraan publik disbanding dengan pasar yang dikendalikan / dimonopoli pemerintah. Jargon kebebasan dalam berusaha inilah yang dipakai para negara kapitalis untuk meluaskan faham ini dan negara penjunjung paham ini sebagai tangan tidak kelihatan.

Negara penjunjung faham ini menciptakan berbagai instrumen untuk menyebarkan faham ini dan memudahkan jalan agar liberalisasi ekonomi dapat terwujud tidak hanya di negaranya tetapi di seluruh dunia. Ketika liberalisasi ekonomi ini sudah mencapai titik terang dan pengaruhnya telah tersebar di seluruh dunia maka liberalisasi ekonomi berganti nama menjadi globalisasi.

Globalisasi pada awalnya menawarkan segala kemudahan-kemudahan dan kebebasan absolut dalam hidup namun sebenarnya globalisasi menjurus ke arah kapitalisasi. Globalisasi yang didukung oleh instrumen-instrumen seperti teknologi informasi dan media komunikasi menciptakan borderless world yang dapat membuka jalan terciptanya mekanisme transaksi ekonomi yang canggihs ehingga dapat membangun dinamika social lainnya. Hanya negara yang maju saja yang dapat menikmati globalisasi ini selebihnya negara –negara yang berkembang dan terbelakang hanya menjadi korban globalisasi.

Negara-negara maju dengan menggunakan teknologi yang canggih mengeksploitasi habis-habisan sumberdaya negara lain tanpa diketahui negara tersebut. Negara maju menginvestasikan uangnya melalui IMF, WTO, Bank Dunia, dll, yang selanjutnya lembaga-lembaga tersebut memberikan pinjaman berbunga ringan ke negara-negara berkembang dengan syarat-syarat yang menguntungkan negara-negara yang telah menginvestasikan uangnya tersebut. Dengan mudahnya negara-negara maju tersebut mengubah birokrasi suatu negara sehingga menguntungkan baginya untuk membuka cabang-cabang perusahaan atau perusahaan baru di negara berkembang tersebut untuk kemudian di eksploitasi sumber daya alamnya dan memanfaatkan degara berkembang tersebut sebagai pasar yang potensial untuk menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya.

Apakah Globalisasi telah sampai pada tahap “krisis”?

Akibat dari globalisasi ini yang sangat mencolok adalah semakin lebarnya perbedaan antara negara-negara maju yang menciptakan globalisasi dan negara-negara berkembang dan terbelakang yang menjadi objek globalisasi. Oleh karena itu, berbagai bentuk perlawanan muncul di mana-mana. Di Meksiko, para petani melalui pemberontakan Chiapas menentang perdagangan bebas ala Nafta. Di Eropa, kelompok Neo-Nazi, buruh maupun petani berunjuk rasa menolak Uni Eropa. Di Seattle, Washington, Chiangmay, Melbourne, dan Genoa, berbagai kelompok sosial lintas etnik, agama, kelas, dan negara, berdemonstrasi menolak WTO, IMF, dan World Bank. Jika dikategorikan, sekurangnya terdapat tiga macam gerakan perlawanan, yakni fundamentalisme, nasionalisme, dan anti-globalisasi. Gerakan fundamentalisme mengedepankan "agama" sebagai solusi terbaik untuk mengembalikan kontrol sosial atas ekonomi. Gerakan ini bukan saja melawan ideologi dominan (neo-liberalisme) di balik self-regulating market, tapi juga menentang kekuatan politik (terutama pemerintah Amerika) yang membentengi globalisasi.

Nasionalisme merupakan bentuk perlawanan yang ingin meraih kendali kehidupan ekonomi melalui purifikasi bangsa. Gerakan ini, di antaranya, mempermasalahkan globalisasi karena mudahnya perpindahan manusia melampaui batas teritori membawa kerugian sosial dan ekonomi bagi masyarakat setempat. Nasionalisme juga ingin mengembalikan (kejayaan) negara-negara yang diterjang habis-habisan oleh self-regulating market. Sementara itu, antiglobalisasi adalah gerakan perlawanan terhadap kapitalisme global. Gerakan ini menganggap globalisasi ekonomi merupakan sumber kemiskinan dan kesenjangan sosial dunia kontemporer. Yang menarik, sekalipun Post-Fordisme dan kebijakan ekonomi neo-liberal terbukti mengandung krisis-krisis bawaan, gerakan-gerakan perlawanan ini belum juga berhasil mengakhiri self-regulating market. Sebaliknya, situasinya menjadi stalemate.

Demokrasi muncul kemabali yang menjanjikan terpenuhinya kesejahteraan buruh dan kepentingan akumulasi kapital diantaranya melalui walfare state. Diantara banyaknya faham-faham anti globalisasi, krisis kapitalisme global mulai mulai terlihat karena gagal memenuhi janjinya memberikan kesejahteraan, resistensi terhadap ekspansi pasar bebas tidak cukup kuat untuk memenangkan pertarungan.

Siapa yang bisa selamat dari Globalisasi dan Kapitalisme global ini?

Bangsa yang bisa selamat dari globalisasi dan kapitalisme global ini adalah bangsa yang mengetahui strategi menghadapi masalah ini:

1. Kemampuan suatu bangsa dalam mengelola globalisasi

Dalam menghadapi globalisasi kita harus merubah cara pandang kita dari statis menjadi dinamis yaitu dengan mengubah birokrasi yang terlalu sulit dalam berusaha dan mengembangkankan industri baik di dalam maupun di luar negeri, mempertahankan asset-aset milik negara yang menguasai hajat hidup orang banyak serta merubah dan restrukturlisasi sistem perusahaan milik negara seperti BUMN agar dapat menghasilkan keuntungan sekaligus tetap mengutamakan kemakmuran untuk rakyat, menghapus birokrasi yang sulit dalam ekspor sebaliknya memperkuat birokrasi dalam impor agar masyarakat lebih mencintai hasil karya bangsanya, menghapus segala hambatan investasi, memberi peluang sebesar-besarnya kepada setiap warga negara untuk berkompetisi dalam menghadapi globalisasi.

2. Memperkuat akar kebangsaan

Untuk dapat memperkuat akar kebangsaan di era globalisasi rasa cinta kepada tanah air dan kepada budaya bangsa harus dipupuk dan diperkuat hanya saja caranya tidak radikal tetapi mengikuti aturan di era globlisasi ini yaitu dengan nasionalisme yang lebih kosmopolitan. Athony Giddens mengatakan bahwa bangsa yang kuat adalah bangsa yang percaya diri dalam menerima batas-batas baru kedaulatan. Era globalisasi di sebut era tanpa batas (borderness) lalu seperti apakah batas-batas baru kedaulatan? Batas baru kedaulatan adalah batas-batas yang dibuat suatu negara untuk melindungi negaranya dari ancaman globalisasi denagan tetap mengikuti globalisasi seperti pembuatan aturan-aturan, birokrasi-birokrasi yang dapat melindungi negaranya dari disintegrasi bangsa dan dampak-dampak globalisasi lainnya.

Identitas-identitas nasional harus dipertahankan dalam lingkungan yang kolaboratif, dimana mereka tidak akan memiliki tingkat inklusivitas seperti yang mereka miliki sebelumnya, dan dimana bentuk – bentuk loyalitas lainnya menyertai mereka. Yang tersirat adalah pembangunan identitas nasional yang lebih terbuka dan refleksif yang menandai keistimewaan suatu bangsa beserta segala aspirasinya, tetapi yang tidak dianggap sebagai sesuatu yang semestinya terjadi seperti pada masa sebelumnya.5

3. Memperkuat Hubungan dan kerjasama dengan bangsa lain

Dalam menghadapi globalisasi, sangat diperlukannya kerjasama regional, multilateral atau bilateral terutama kerjasama antara bangsa-bangsa “senasib” atau bangsa-bagsa yang mempunyai tingkat perekonomian yang sama. Kerjasama ini sangat di perlukan untuk menciptakan perlindungan, peraturan-peraturan dan kemampuan bagi negara negara tersebut untuk melindungi dirinya untuk menghadapi dan agar tidak tertindas bangsa-bangsa pencipta globalisasi ini.


Depok, 2004
-indah Survyana-

1 comments:

aris abadi said...

cemplukku..
luv U..
muachhh